BOLA UBI VIVAnews - Tim ilmuwan di Prancis mengaku telah berhasil mengungkap sejarah penyebaran ubi jalar (Ipomoea batatas), yang sampai kini berkembang ke Asia dan Afrika. Ada sejumlah teori mengenai asal-usul ubi jalar ini.

Ada teori yang menyatakan tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, lalu berkembang di Polinesia dibawa oleh orang-orang yang berkunjung ke Amerika Selatan. Ada juga teori bibit umbi-umbian ini hanyut sampai ke Pasifik. Bahkan ada teori lain, tanaman ini asli dari Papua.

Namun sebuah laporan ilmiah di Risalah Proceedings of the National Academy of Sciences, memunculkan teori baru berlandaskan peta genetika. Teori ini sudah muncul tahun 1970-an, dilansir arkeolog Douglas Yen, yang menyatakan ubi jalar menyebar dalam beberapa gelombang di Oseania. Belakangan teori ini dikonfirmasi temuan genetika.

Ubi jalar pertama kali datang antara tahun 1000 sampai 1100 ketika pelaut Polinesia mampir di Amerika Selatan dan membawa pulang ubi jalar yang kemudian menyebar luas; kemudian orang-orang Eropa membawa pula galur ubi jalar yang lain dari Amerika Selatan ke Filipina dan Pasifik Barat dalam dua gelombang terpisah di abad 16. Sejak itu, dua ubi jalar yang berbeda galur berkembang di seluruh Oseania termasuk Indonesia.


Studi genetika ini dilakukan tim peneliti yang dipimpin Caroline Roullier, ahli botani dari Pusat Kerjasama dan Riset Pengembangan Pertanian Internasional di Montpellier, Prancis, yang meneliti sampel dari ubi jalar masa kini dan spesimen sejarah yang disimpan di herbarium.

Spesimen herbarium termasuk pula tanaman yang dikoleksi Kapten James Cook yang tahun 1769 berkunjung ke New Zealand dan Kepulauan Society. Roullier dan timnya menargetkan spesimen sejarah karena menggambarkan bagaimana varietas ubi jalar berkembang di Oseania sebelum pertukaran dan pemanenan mempengaruhi tanda genetisnya. Kisah ini berikutnya menggambarkan bagaimana ubi jalar melintas lautan, merekam hubungan kuno Polinesia dan Amerika Selatan.

"Saya senang melihat hipotesis (tiga pihak) ini dipastikan oleh penelitian mutakhir," kata Patrick Kirch, arkeolog dari Universitas California Berkeley.

Leave a Reply